Diam adalah sebuah bentuk protes, diam adalah sebuah
kenyamanan untuk diri sendiri.
gue nggak ngerti, sejak kapan definisi diam versi itu gue
gunakan dalam hidup gue.
Semenjak TK,SD,SMP,SMA mungkin, gue adalah tipe anak yang
diem, ga suka banyak ngomong di depan banyak orang.
Nyokap gue sampai bilang, gue harus murah senyum, negor
orang, tapi gue nggak bisa. Bahkan, wali kelas gue saat SD, pernah manggil nyokap
gue untuk ngomong secara serius, kalau ada yang aneh dengan kejiwaan (mental),
gue. Tai banget. hahaha.
Padahal, gue bisa jadi orang yang banyak ngomong, sosok
konyol dan lucu, buat orang-orang di sekitar gue, yang gue memang nyaman dengan
mereka. Ya, mungkin istilah kerennya gue tipe introvert. atau apapun itu.
ketika memilih diam, juga bukan berarti gue membenci atau
nggak suka akan suatu hal. Tapi, dengan diam, gue percaya gue nggak akan
memperburuk keadaan atau suasana.
pengalaman dari kecil dikenal sebagai sosok pendiam, gue
jadi bisa lebih fokus dengan tujuan gue. secara nggak sadar,ada sebuah cerita
dongeng dari nyokap, yang sebelum tidur selalu beliau ceritakan. cerita ini
jadi melekat erat di alam bawah sadar gue. sampai usia gue sekarang, sampai
detik ketika gue mengetik tulisan ini.
selalu sebelum, tidur, nyokap sering cerita sama gue tentang
dongeng kodek bisu dan menara eifel.
jadi ceritanya, alkisah dulu ada perlombaan kodak sedunia
dalam manjat menara eifel. Seluruh kodok ikutan, kodok militer, kodok fitnes, kodok
atlit, semuanya berlomba untuk jadi kodok pertama di dunia yang bisa manjat
menara eifel.
Lomba pun dimulai, ribuan kodok dari seluruh dunia mulai
memanjat eifel, berusaha jadi kodok terhebat.
1 jam berlalu, ratusan kodok tumbang.
2 jam berlalu, ribuan kodok berjatuhan.
para manusia dan hewan yang menonton dari bawah hanya bisa
melihat sisa 2 kodok yang tersisa.
satu kodok militer, dengan badan tegapnya, satu lagi kodok
yang bertubuh biasa saja, dengan tampang culunnya.
para penonton di bawah mulai teriak-teriak memberi semangat,
nggak sedikit juga yang memberi nyinyiran.
“Kalian bangsa kodok gila, bisa apa manjat menara. takdir
kalian hanya untuk melompat-lompat,tidak mungkin kalian bisa memanjat setinggi
itu, hahaha...,” ujar seorang manusia.
Entah kenapa, sang kodok militer jadi emosi mendengar itu,
dia semakin bernafsu untuk memanjat dengan cepat. Dia ingin buktikan dirinya
sebagai kodok terhebat.
“manusia sombong, aku buktikan aku kodok terhebat di dunia,”
teriak sang kodok dari tiang eifel.
dia masih terus memanjat, dan tiba-tiba.....
tangannya terlepas, kodok itu terhempas. nafsunya untuk
memanjat dengan cepat, membuatnya kehilangan konsentrasi, dia jatuh tersungkur
ke bawah.
kodok berbadan tegap itu, langsung mendapat perawatan medis
dan di bawa ambulance ke RSCM. (Sumpah, tadinya settingnya di paris, kenapa ada
RSCM?).
Ya, tanpa disadari penonton, selain sang kodok militer tadi,
masih ada satu kodok tersisa yang masih bertahan. kodok culun pendiam.
Penonton semakin panas, nyinyiran para manusia untuk
menjatuhkan sang kodok nampaknya lebih banyak terdengar daripada dukungan
kepadanya.
kodok pendiam itu hampir sampai ujung eifel!!!!!
sesekali dia melihat penonton dibawah, suara nyinyiran itu
seperti nggak ngaruh. dia ga emosi kaya kodok pertama, dia ga bales nyinyiran
itu dengan perkataan kasar lagi. sesekali dia hanya tersenyum, ditujukan kepada
sosok kodok wanita, yang nampak setia mendukungnya.
Lalu...
“Yan, mamah udah ngantuk duluan, kamu kok belom tidur
sih!!!,” ujar nyokap, sambil melipat buku dongeng itu.
“Tanggung mah, terusin, nanti aku tidur sebentar lagi,” kata
gue, penasaran! (Padahal hampir tiap malem diceritain).
Lanjut ke kodok....
“Woi, kodok goblok, turun lo, kotorin menara eifel aja,”
ujar manusia lain.
1 jam berlalu... para penonton masih nyinyir semakin tajam.
2 jam berlalu.. tinggal beberapa orang yang kuat nyinyir.
3 jam berlalu.. semua mata tajam melihat kegigihan kodok
itu, mereka tertegun.
Dia terus memanjat, dan akhirnya dia sukses. dia menang.
kodok culun yang nggak pernah diperhitungkan sebelumnya jadi juara. jadi kodok
pertama yang bisa memanjat menara eifel.
pihak panitia menjemput kodok itu di atas menara, dan
membawanya turun.
para penonton yang tadi nyinyir Cuma bisa diam. penonton
lainnya bertepuk tangan. bangsa kodok berbahagia hari itu. mereka nggak
dipandang sebelah mata lagi. karena sosok sang kodok culun pendiam.
para wartawan yang meliput lomba memanjat para kodok,langsung
mendatangi sosok kodok culun sang jawara.
Wartawan: “Kodok, kenapa kamu nggak terpancing emosi?
padahal penonton banyak yang ngomong kasar dan nggak support kamu,”
Kodok culun: *dia hanya tersenyum* tanpa jawaban.
Nggak lama, seorang kodok betina datang menghampiri, dan
menjelaskan kepada para wartawan yang kebingungan karena sang kodok nggak mau
ngomong.
Kodok betina: “maaf rekan-rekan wartawan, pacar saya ini
(maksudnya kodok culun), dia tuli dan bisu. dia nggak bisa mendengar apapun
ketika lomba manjat tadi. dia memang hanya ingin fokus memanjat sekuat yang dia
bisa. saya juga nggak nyangka dia bisa jadi juara,” ujar sang kodok betina.
Nyokap pun selesai ceritanya. dia cuma bilang.
“Kamu nggak perlu jadi orang banyak ngomong ya yan kalau
sudah besar nanti. Jalanin apa yang kamu yakinin dan fokus. buat orang di
sekitar mamah bangga,” ujarnya singkat.
Ya, apa yang dibilang nyokap, selalu gue terapkan sampai
sekarang, dan sampai gue nggak bernafas nanti.
Gue beruntung nggak bisa dan tuli seperti sang kodok, gue
juga beruntung nggak terlahir jadi kodok. gue manusia biasa, normal, Tuhan
menciptakan gue dan kita semua dengan sangat baik.
Apa gue selalu menyamakan diri gue dengan sang kodok culun
bisa dan tuli itu?
tentunya nggak. gue masih bisa mendengar nyinyiran kalian,
dukungan kalian, caci maki kalian, perhatian kalian. gue merasakana semua itu.
Tentang hidup, karir, musik, hingga percintaan gue nantinya
sampai nikah dan punya anak cucu, semuanya akan gue terapkan dengan cara gue
yang sama. ya, gue memilih untuk nggak banyak ngomong. tapi selalu berusaha
memberikan yang terbaik dengan apa yang gue bisa, dengan tujuan yang gue
targetkan.
semua untuk nyokap, dan orang-orang terdekat yang gue
sayang.
oh iya, gue sih ngarep dalam cerita dongeng kodok itu, bukan
bisa manjat menara eifelnya atau bisa ambisius ngejar karir dan materi dalam hidup
gue.
tapi gue berharap, bisa mendapatkan sosok wanita, seperti si
kodok betina. yang selalu ngedukung, saat sang pacar kodok culun lelah, dia
terus kasih semangat dan bisa buat si kodok senyum lagi. sosok wanita yang setia dalam segala suasana. (Taeee abisss, tapi bener).
Eh, ini bukan cerita cinta. ini Cuma cerita biasa yang ditulis
di kala hujan, di saat nyokap juga lagi cerita tentang masa kecil gue di tiap
hari minggu.
Mah, nanti aku ceritain kisah aku yang sekarang yah. Maaf, sampai sama mamah juga, aku belum bisa terbuka.
Happy Sunday, people! J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar